Dewata, begitu orang
menyebutnya. Entah mengapa nama itu terdengar magis dan indah pada saat yang
bersamaan. Seakan jika ada seseorang yang menginjakkan kakinya di tempat itu,
ia akan menemukan berbagai hal yang belum pernah ia temukan back at home. Seperti namanya, tempat
itu ialah tempat dimana para dewa bersamayam dan memberikan keindahan tiada dua
bagi semua rakyatnya. Orang bilang sih, nirwana dunia. Dan memang benar begitu
adanya, karena lelaki itu pun merasakan hal yang sama dengan tempat magis ini.
Ketika untuk pertama
kalinya menginjakkan kaki di tempat ini, lelaki itu selalu berandai-andai jika
kelak tempat ini akan menjadi tempat pertemuannya dengan sosok wanita lain nun
jauh di sana, dimana ia akan menemukan sosok yang jauh berbeda dengan wanitanya
yang dulu, dimana ia akan melarikan diri dari sebuah fakta bahwa hati itu masih
terus bergeming di tempat yang sama.
Statis. Diam.
Menyedihkan.
Lelaki itu meringis jika
ia mengingat hari-hari awalnya di tempat ini. Bagaimana pemikiran-pemikiran
seorang penyendiri itu mengapung bebas di lautan pemikiran tak berujung tanpa
makna. Dulu ia kerap berpikir tentang begitu banyak hal; tentang kisah cinta
kedua orang tuanya yang kini menjadi rumah untuk dirinya kembali, tentang
kehilangan yang membuat sosok kecil dalam dirinya mendewasa beberapa tahun
lebih cepat, tentang keluarga yang selalu membawa perasaan hangat dalam dada,
tentang kawan lama yang begitu cepat berjalan meninggalkan relung hati itu. Anything. Anything that comes across that
busy bubble of his mind.
Namun lalu hari-hari
monokrom penuh kesendirian dan pemikiran itu mulai terganti dengan warna-warna
sederhana yang membuat hidupnya senada lebih bermakna. Pergi dari rumah tidak lantas membuat seseorang kehilangan makna rumah
itu sendiri, begitu katanya setiap ia mengingatkan hati miliknya yang mulai
merindu. Dan benar saja, mereka yang membuat hari-harinya lebih berwarna serta
merta membuat senyum itu lebih sering berkembang, mata itu lebih sering
menyala, dan tawa itu lebih sering terdengar. Setidaknya untuk sesaat ia merasa
penuh.
Tapi orang-orang itu
tidak lantas bisa mengusir pergi pemikiran-pemikiran miliknya. Lelaki itu kerap
pergi menyendiri ke pantai manapun yang bisa ia datangi sendiri. Merokok
berbatang-batang hingga ia lupa sudah berapa kali ia menghembuskan kepulan
tipis asap rokok di bawah langit sore Bali. Menulis beratus-ratus kata dalam
jurnal miliknya mengenai berbagai pemikiran yang tak pernah sampai hati ia bagi
kepada siapapun. Mendengarkan lagu dari playlist yang ia buat secara acak agar
ia bisa merasa dikejutkan dengan lagu-lagu tak terduga itu. Mengingat-ingat
kembali sosok cinta pertamanya.
Ah, cinta pertama ya.