Jumat, 22 Mei 2015

Untitled.

But he was just a boy, standing in the light of my way
Turning my life upside down with no warning
Pertemanan itu dimulai jauh sebelum hari-hari seragam putih abu-abu mendominasi kehidupan remajaku. Ia hanyalah seorang bocah lelaki yang kebetulan pergi ke tempat les yang sama denganku. Tidak pernah sekalipun ia mengucapkan sesuatu jika tidak ditanya oleh para pengajar. Namun tanpa disangka, persahabatan itu mulai tumbuh begitu saja saat kami bertabrakan di lorong gedung. Klise memang, namun semua itu mengalir begitu saja tanpa adanya paksaan. Ucapan permintaan maaf itupun tentu saja terlontar dari mulutnya. Dan entah bagaimana ceritanya, kami mulai sering berbicara.
Lucu memang jika mengingat bagaimana indahnya memiliki sahabat. Kisah suka maupun duka tentu kami bagi bersama. Bagaikan seorang teman yang telah mengenal sejak lahir, kami segera menjadi dua teman yang tak terpisahkan. Walaupun hanya dapat dipertemukan tiga hari dalam seminggu dan dua jam sekali sesi pertemuan, kami selalu memiliki cara kami masing-masing untuk menghabiskan waktu bersama. Mulai dari ngopi bareng di kedai favorit seusai les, hingga janjian untuk belajar bersama hingga larut malam. Begitu banyak cerita yang tak luput aku ceritakan kepadanya. Dengan kepribadiannya sebagai pendengar yang baik, jelas itu menjadi sebuah nilai tambah dalam persahabatan kami.
Hingga akhirnya kami lulus dan masuk ke sekolah yang sama, tak urungnya kami merasakan euforia kebahagiaan tersebut. Mulai sekarang kita sama-sama terus ya. Tak pernah aku lupa ucapannya yang begitu tulus, seakan menginginkan aku untuk tetap berada di dekatnya. Dan tolong jangan tanyakan aku bila aku menyayanginya lebih dari yang seharusnya, karena aku tidak ingin merusak segalanya. Hari demi hari berlalu tanpa lupa ia mewarnainya. Semua kenangan manis itu, mulai dari cabut sekolah seperti kebanyakan anak sekolahan jaman sekarang lakukan, hingga curhatan lewat tengah malam pun seakan menjadi bukti akan kenangan persahabatan kami tersebut.
Sampai hari itu tiba, aku ingat, di hari ulangtahunku yang ketujuh belas, seorang teman menarik kami ke lapangan dan berpura-pura menjadi seorang penghulu yang menikahkan kami. Rupawan, pintar, taat agama, penyayang orangtua, perhatian, apa lagi yang kurang? Sosoknya begitu sempurna hingga aku lupa jika di muka bumi ini tak ada yang sempurna selain Allah Sang Maha Pencipta. Namun sosoknya hampir mendekati kesempurnaan dan begitu banyak yang menyukainya. Hingga hari itu, tepat di titik itu, aku kembali bertanya kepada diri sendiri, apakah aku menyayanginya lebih dari yang seharusnya? Karena jika memang iya, seharusnya aku menyadari itu sejak awal.
Dist, nanti kalo gue udah mapan udah sukses, kita nikah beneran ya.

Dan itulah, janji pertama yang dirinya buat untukku yang selalu menjadi satu lagi kenangan yang tak pernah kulupakan. Aku sendiri sejujurnya heran, persahabatan yang kami miliki sudah begitu sempurna. Namun apalagi yang ia cari dariku? Aku bukanlah perempuan yang cantik dengan rambut yang tergerai indah seperti perempuan seusiaku kebanyakan. Kepalaku ditutupi sehelai kain bernama hijab. Aku tidak secantik perempuan kebanyakan yang memilih tren berbusana masa kini yang mengumbar aurat. Aku hanyalah perempuan berhijab yang lantas memaksaku untuk tidak menampakkan kecantikkanku. Aku memang tidak cantik, lalu apa yang membuatnya menginginkanku lebih dari itu?
Hingga suatu hari aku mempertanyakan hal tersebut kepadanya. Dan sebagai jawabannya, ia hanya membelikanku sebuah cincin murahan seharga Rp 5.000, 00 di abang-abang penjual mainan anak kecil. Hari itu kami sedang melakukan ritual cabut sekolah karena jam pelajaran seorang guru yang menyebalkan. Dan Kota Tua, adalah saksi bisu hari-hari kenakalan kami yang pada hari itu berujung pada sebuah pelukan reasuransi akan perasaan itu. Tenang aja, Dist, kita bakal temenan terus kok. Anggap saja matching ring itu adalah sebuah cincin persahabatan kita yang bakal aku ganti  sama yang lebih bagus suatu hari nanti.
Aku lupa bagaimana lembaran baru itu dapat dimulai, namun singkat cerita perasaan itupun mulai tumbuh dalam hatiku. Cincin murahan itu memang bukanlah suatu hal yang besar memang. Namun bagai sebuah janji yang patut ditepati, cincin itu melambangkan reasuransi akan cerita yang lebih baik lagi. Aku ingat bagaimana hari-hari itu dimulai, bagaimana kami pergi ke IKEA bersama hanya untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi orang dewasa yang siap berkeluarga dan memiliki rumah, bagaimana cincin murahan itu terus tersimpang di kotak perhiasanku bahkan hingga hari-hari seragam putih abu-abu tidak lagi mendominasi kehidupan kami.
Hingga pada hari itu, tepatnya 23 Desember 2023, ia memarkirkan mobil itu di sebuah pelataran parkir yang tak asing di matanya. Sebuah bangunan sekolah tempatnya dulu menuntut ilmu tetap berdiri kokoh walau telah lewat satu dekade sejak hari kelulusannya dari sekolah itu. Singkat cerita, hari itu ia membawaku ke sebuah acara reuni SMP nya dan mengenalkanku kepada begitu banyak temannya. Sepuluh tahun mengenalnya sejak tahun terakhir kami di SMP, membuatku tetap gugup untuk bertemu dengan kawan lamanya. Namun perasaan nostalgia itu tetaplah ada. Hingga sampailah di penghujung hari, saat acara reuni tersebut telah usai, saat kami telah tiba di depan rumahku, saat ia pada akhirnya mengeluarkan sebuah kotak beludu merah seraya mengatakan,
Dist, sepuluh tahun kita kenal, sepuluh tahun juga kita ngisi kehidupan masing-masing sama-sama. Dulu aku pernah janji kan sama kamu kalo suatu hari aku udah cukup mapan, aku bakal ganti cincin yang waktu itu aku beli di Kota Tua dengan cincin yang asli. Dan aku pikir sekarang udah saatnya, Dist. Will you marry me?
Saat itulah aku tahu bahwa persahabatan yang telah kami miliki sepuluh tahun lamanya, akan terus berlanjut hingga seratus, bahkan seribu tahun lamanya jika Allah menghendaki itu.
But he was just a boy, standing in the light of my way
Turning my life upside down with no warning







*****
idektatablake ® Mei 2015.
Untuk Hadisti dan Farisi, kali ini kisah kalianlah yang menginspirasi malamku. Terima kasih untuk sepotong kisah persahabatannya, kudoakan kalian bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar