Perempuan
penggila teh itu berasal dari sebuah keluarga pemimpi. Ayahnya selalu berkata
bahwa ia adalah peramu mimpi. Katanya, apapun mimpi yang gadis itu inginkan
dapat ia ramu menjadi kenyataan. Gadis itu menginginkan sebuah sepeda baru, dan
sepeda baru lah yang keesokan harinya ia dapat. Gadis itu menginginkan rumah barbie,
rumah boneka baru lah yang keesokan harinya ia dapat. Hingga suatu hari, gadis
itu berkata bahwa ia menginginkan pangeran berkudanya seperti dalam dongeng.
Lalu ayahnya berkata, "Yang kali ini, Ayah gak bisa ramu jadi nyata,
Sayang. Pangeran berkuda nya harus datang dengan sendirinya, Ayah gak bisa
paksa dia buat mau datang ke kamu. Tapi Ayah janji, suatu hari nanti pangeran
kamu akan datang."
Dan
itulah janji yang selalu ia genggam dalam diri tentag Sang Ayah, Si Peramu
Mimpi.
Namun
seraya usianya bertambah, ia sadar semua ucapan Sang Ayah hanyalah bualan
semata. Sepeda baru yang ia dapat, bukanlah sesuatu yang benar-benar Ayahnya
berikan dengan mantra ramuan yang ia pikir benar-benar ada. Begitu juga rumah barbie itu, Ayahnya hanya
membelikan untuknya tanpa benar-benar membuat ramuannya sendiri. Dan berbekal
dari semua itu, ia pun mengerti bahwa mimpi adalah sesuatu yang tidak dapat
orang lain wujudkan kecuali oleh dirinya sendiri.
Perempuan
pecinta kucing itu senang sekali terduduk di sebuah kedai kopi selama
berjam-jam di depan laptopnya. Namun alih-alih memesan kopi, ia akan memilih
untuk memesan teh. Perempuan itu selalu berdalih bahwa kopi itu pahit. Dan kopi
itu hanya mengingatkannya pada kehidupan—yang mana keduanya terasa sama-sama
pahit. Namun walau begitu, ia senang sekali aroma kopi, yang katanya aromanya
terasa lebih manusiawi ketimbang rasa pahit kopi itu sendiri.
Sekali
waktu ia pernah bermimpi tentang menulis novelnya sendiri. Namun mimpi itu
hancur begitu saja oleh ucapan seorang keluarga yang berkata bahwa menjadi
penulis bukanlah mimpi yang realistis. Dan memang benar, ia pun mengakui bahwa
menjadi seorang penulis itu bukanlah mimpi yang realistis. Maka dari itu ia
masih menyimpan mimpi yang tidak relevan itu jauh di dalam hatinya. Dan mimpi
itu masih ada, Sayang. Mimpi itu masih akan terus ada hingga kata tidak dapat
lagi diuntai olehnya. Mimpi itu akan selalu eksis hingga tulisannya terasa
terlalu hina untuk kamu baca hingga kamu meringis. Namun tak apa, ia mengerti.
Cause
that girl we’re talking about here, she’s that irrelevant dreamer, Darling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar