Minggu, 10 November 2013

Present, Future, and Happily Ever After.

As a very dreamy girl, aku selalu menginginkan konsep cinta sejati dalam hidup ini. Sebut aku ini klise, karena memang beginilah diriku adanya. Sejak kecil, aku selalu membayangkan menikahi seorang pria yang kucintai dan akan tetap kucintai hingga akhir hayatku. I dream walking down the aisle with him there waiting for me on the altar. Aku membayangkan hidup di kota besar metropolis seperti New York, tinggal di sebuah apartemen mewah bersama suami dan sepasang anak kembar, memiliki pekerjaan sebagai columnist untuk majalah The New Yorker, dan hidup bahagia selamanya. Terdengar klise bukan? Mungkin memang kehidupan idamanku itu terdengar klise, namun aku sendiri tidak dapat memungkiri betapa sempurnanya kehidupan ini jika aku memiliki hidup seperti apa yang sejak dulu kudambakan.

Faktanya, sejak aku kecil, aku sendiri selalu mengira-ngira siapa laki-laki yang akan menjadi suamiku, jodohku, ayah dari anak-anak yang kumiliki kelak. Apakah ia adalah seorang teman lama? Apakah ia adalah lelaki yang kutabrak saat dijalan? Apakah ia adalah seseorang yang akan menjadi partner kerjaku kelak? Ataukah ia adalah teman dekatku sendiri? Faktanya, aku tidak akan pernah tau. Dan itulah hal yang selalu membuatku penasaran.

Dulu, whenever I had a crush on someone, aku akan membayangkan hidupku dengan skenario dimana aku akan menikahi mereka, memiliki anak-anak yang lucu, hidup bahagia layaknya fairy tales. Namun seraya aku bertambah usia, aku mengerti bahwa kehidupan ini bukanlah fairy tales, yang mana aku dapat hidup bahagia selamanya seperti dongeng-dongen sebelum tidur yang sering kudengar dulu. Jadi, saat aku mulai menyadari fakta itu, aku mulai berhenti berharap. Aku mulai berhenti mengharapkan sebuah kehidupan layaknya dongeng-dongeng penghantar tidur. Aku mulai berhenti mengharapkan sebuah sebuah konsep ‘and they happily ever after’ dalam hidupku.

Namun disanalah ia berdiri.

Di tengah kerumunan orang banyak dengan wajah yang dapat dengan mudah aku kenali diantara wajah-wajah asing itu, ia menonton pertunjukkanku malam itu dari kejauhan. As if he transferred his energy to me, I got my whole self esteem back and I smiled and that was enough. Pagi itu, aku berharap ia dapat datang namun ia memiliki keperluan lebih mendesak yang tak dapat ia lewatkan. Jadi aku mengerti. Namun malam itu, ia ada di tengah kerumunan orang banyak, dengan wajah lelah itu seakan mengatakan ia ingin aku lebih bersemangat.

Maybe a lot of you don’t know who the hell I’m talking about, yang mana tak akan kusebutkan siapa orangnya pula. Namun tepat pada saat itu, aku mulai bisa merasakan harapan yang lebih. Aku dapat merasakan kehidupan layaknya fairy tales saat aku melihat ke dalam mata cokelatnya itu. I know this is such a rush to talk about future, but hell, I see my future in him.

Aku tau, walau pada akhirnya aku akan menyesali apa yang kutulis saat ini, yang mana aku tidak akan berakhir menikahinya seperti yang aku inginkan, aku akan tetap menyayanginya, at least for this present time. Aku tidak peduli dengan siapa ia akan berkencan nantinya. Aku tidak peduli dengan siapa ia akan jatuh cinta untuk waktu dekat. Yang aku peduli hanyalah bagaimana aku ingin menjadi yang terakhir untuk dirinya, menjadi sosok yang akan mengakhiri perjalanan cintanya, menjadi sosok terakhir yang akan ia sayangi untuk selamanya.

I know forever is a long time.
Tapi pada akhirnya, that’s just typical of me. Aku akan jatuh cinta, memerhatikan mereka dari kejauhan, mendoakan yang terbaik untuk mereka, berharap bahwa suatu saat nanti akulah yang akan menjadi wanita terakhir untuk mereka. And then, in some point, I will see them having a relationship with another girl. And I will be broken. And I’ll simply try to move on. Lagi-lagi, that’s just the typical of me. Walau pada akhirnya aku akan melupakan sosok-sosok itu, aku tidak akan benar-benar melupakan bagaimana dulu aku ingin menjadi sosok terbesar dalam kehidupan mereka suatu hari nantinya.

Aku pikir, pada akhirnya semua ini hanyalah cycle dalam hidupku dimana aku akan jatuh cinta, mengharapkan yang lebih, sakit hati, move on, lalu berdamai dengan keadaan. No, I’m never the type who will hate the person who broke my heart. Instead, I will always send them my prayers that one day they will actually find the love of their life, end up happily ever after like in those fairy tales. And whether it’s me the girl they’d end up with one day or not, I’d take it for good. Faktanya, we fall in love for a reason. And the reason must be a good thing. So why hating the person who broke our heart when we used to love them for whatever they are?

And yes, I know this is just another cycle in my life. Mungkin aku sedang jatuh cinta. Mungkin juga tidak. Mungkin aku akan berakhir dengannya suatu saat nanti. Mungkin juga tidak. Mungkin ia memang yang kuinginkan untuk saat ini. Mungkin juga aku akan tetap menginginkannya dikemudian hari. But hell, I want him now and I know that for sure. Yes, for now, for this damn present moment. I’m indeed the typical of girl who thinks a lot to the future. Tapi untuk saat ini, dan mulai saat ini, aku mencoba untuk tidak memikirkan apa yang akan terjadi dikemudian hari.

Faktanya, aku tidak akan pernah tau apakah aku akan masih mencintai sosoknya hingga nanti atau tidak. Jadi, aku mencoba untuk tidak memikirkan the future moments. Aku hidup pada dan untuk saat ini, this damn present moment. So why thinking so far away towards the future where things are still uncertain? Hell, I know I want him. And hell, I know I want him in my future, for my present life’s sake. Tapi apa yang dapat kulakukan? Nyatanya, tidak ada.

Pada akhirnya, aku akan berakhir memikirkan semua kemungkinan yang ada dalam kepalaku. Those what if’s. Those things that are still uncertain of its existence in the future. Apakah aku akan menikahinya suatu saat nanti? Ataukah aku akan menemukan sosok lain? Faktanya, aku tidak akan pernah tau. Jadi, untuk saat ini, aku akan hidup for the sake of my present life. Aku tidak akan lagi memikirkan apa yang belum tentu terjadi dalam hidupku ini. Aku akan berhenti menginginkan sebuah kehidupan sempurna seperti dalam dongeng penghantar tidur. All that matters is the present, not the future or the past. And there’s no more what if’s in my life.



And whether he’d stay still in my future or not, aku akan menunggu waktu untuk menjawab pertanyaan yang belum terjawab itu.













***

idektatablake ® November 2013.
For those who dream high like me, don't let the conception of future and happily ever after take over your mindset. Don't let the past get you depressed. Don't let the future make you anxious. Just keep walking and moving on.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar