As a very dreamy girl, aku
selalu menginginkan konsep cinta sejati dalam hidup ini. Sebut aku ini klise,
karena memang beginilah diriku adanya. Sejak kecil, aku selalu membayangkan
menikahi seorang pria yang kucintai dan akan tetap kucintai hingga akhir
hayatku. I dream walking down the aisle
with him there waiting for me on the altar. Aku membayangkan hidup di kota
besar metropolis seperti New York, tinggal di sebuah apartemen mewah bersama
suami dan sepasang anak kembar, memiliki pekerjaan sebagai columnist untuk majalah The New Yorker, dan hidup bahagia
selamanya. Terdengar klise bukan? Mungkin memang kehidupan idamanku itu
terdengar klise, namun aku sendiri tidak dapat memungkiri betapa sempurnanya
kehidupan ini jika aku memiliki hidup seperti apa yang sejak dulu kudambakan.
Faktanya, sejak aku kecil, aku sendiri selalu mengira-ngira siapa
laki-laki yang akan menjadi suamiku, jodohku, ayah dari anak-anak yang kumiliki
kelak. Apakah ia adalah seorang teman lama? Apakah ia adalah lelaki yang
kutabrak saat dijalan? Apakah ia adalah seseorang yang akan menjadi partner kerjaku kelak? Ataukah ia adalah
teman dekatku sendiri? Faktanya, aku tidak akan pernah tau. Dan itulah hal yang
selalu membuatku penasaran.
Dulu, whenever I had a crush
on someone, aku akan membayangkan hidupku dengan skenario dimana aku akan
menikahi mereka, memiliki anak-anak yang lucu, hidup bahagia layaknya fairy tales. Namun seraya aku bertambah
usia, aku mengerti bahwa kehidupan ini bukanlah fairy tales, yang mana aku dapat hidup bahagia selamanya seperti
dongeng-dongen sebelum tidur yang sering kudengar dulu. Jadi, saat aku mulai
menyadari fakta itu, aku mulai berhenti berharap. Aku mulai berhenti mengharapkan
sebuah kehidupan layaknya dongeng-dongeng penghantar tidur. Aku mulai berhenti
mengharapkan sebuah sebuah konsep ‘and
they happily ever after’ dalam hidupku.
Namun disanalah ia berdiri.
Di tengah kerumunan orang banyak dengan wajah yang dapat dengan
mudah aku kenali diantara wajah-wajah asing itu, ia menonton pertunjukkanku
malam itu dari kejauhan. As if he
transferred his energy to me, I got my whole self esteem back and I smiled and
that was enough. Pagi itu, aku berharap ia dapat datang namun ia memiliki
keperluan lebih mendesak yang tak dapat ia lewatkan. Jadi aku mengerti. Namun
malam itu, ia ada di tengah kerumunan orang banyak, dengan wajah lelah itu
seakan mengatakan ia ingin aku lebih bersemangat.
Maybe a lot of you don’t
know who the hell I’m talking about, yang mana tak akan
kusebutkan siapa orangnya pula. Namun tepat pada saat itu, aku mulai bisa
merasakan harapan yang lebih. Aku dapat merasakan kehidupan layaknya fairy tales saat aku melihat ke dalam mata
cokelatnya itu. I know this is such a
rush to talk about future, but hell, I see my future in him.
Aku tau, walau pada akhirnya aku akan menyesali apa yang kutulis
saat ini, yang mana aku tidak akan berakhir menikahinya seperti yang aku
inginkan, aku akan tetap menyayanginya, at
least for this present time. Aku tidak peduli dengan siapa ia akan
berkencan nantinya. Aku tidak peduli dengan siapa ia akan jatuh cinta untuk
waktu dekat. Yang aku peduli hanyalah bagaimana aku ingin menjadi yang terakhir
untuk dirinya, menjadi sosok yang akan mengakhiri perjalanan cintanya, menjadi
sosok terakhir yang akan ia sayangi untuk selamanya.
Tapi pada akhirnya, that’s
just typical of me. Aku akan jatuh cinta, memerhatikan mereka dari
kejauhan, mendoakan yang terbaik untuk mereka, berharap bahwa suatu saat nanti
akulah yang akan menjadi wanita terakhir untuk mereka. And then, in some point, I will see them having a relationship with
another girl. And I will be broken. And I’ll simply try to move on.
Lagi-lagi, that’s just the typical of me.
Walau pada akhirnya aku akan melupakan sosok-sosok itu, aku tidak akan benar-benar
melupakan bagaimana dulu aku ingin menjadi sosok terbesar dalam kehidupan
mereka suatu hari nantinya.
Aku pikir, pada akhirnya semua ini hanyalah cycle dalam hidupku dimana aku akan jatuh cinta, mengharapkan yang
lebih, sakit hati, move on, lalu
berdamai dengan keadaan. No, I’m never
the type who will hate the person who broke my heart. Instead, I will always
send them my prayers that one day they will actually find the love of their
life, end up happily ever after like in those fairy tales. And whether it’s me
the girl they’d end up with one day or not, I’d take it for good. Faktanya,
we fall in love for a reason. And the
reason must be a good thing. So why hating the person who broke our heart when
we used to love them for whatever they are?
And yes, I know this is
just another cycle in my life. Mungkin aku sedang jatuh
cinta. Mungkin juga tidak. Mungkin aku akan berakhir dengannya suatu saat
nanti. Mungkin juga tidak. Mungkin ia memang yang kuinginkan untuk saat ini.
Mungkin juga aku akan tetap menginginkannya dikemudian hari. But hell, I want him now and I know that for sure. Yes, for now, for
this damn present moment. I’m indeed the typical of girl who thinks a lot to
the future. Tapi untuk saat ini, dan mulai saat ini, aku mencoba untuk
tidak memikirkan apa yang akan terjadi dikemudian hari.
Faktanya, aku tidak akan pernah tau apakah aku akan masih
mencintai sosoknya hingga nanti atau tidak. Jadi, aku mencoba untuk tidak
memikirkan the future moments. Aku hidup
pada dan untuk saat ini, this damn
present moment. So why thinking so
far away towards the future where things are still uncertain? Hell, I know I
want him. And hell, I know I want him in my future, for my present life’s sake.
Tapi apa yang dapat kulakukan? Nyatanya, tidak ada.
Pada akhirnya, aku akan berakhir memikirkan semua kemungkinan yang
ada dalam kepalaku. Those what if’s.
Those things that are still uncertain of its existence in the future.
Apakah aku akan menikahinya suatu saat nanti? Ataukah aku akan menemukan sosok
lain? Faktanya, aku tidak akan pernah tau. Jadi, untuk saat ini, aku akan hidup
for the sake of my present life. Aku
tidak akan lagi memikirkan apa yang belum tentu terjadi dalam hidupku ini. Aku
akan berhenti menginginkan sebuah kehidupan sempurna seperti dalam dongeng
penghantar tidur. All that matters is the
present, not the future or the past. And there’s no more what if’s in my life.
And whether he’d stay still
in my future or not, aku akan menunggu waktu untuk menjawab pertanyaan yang belum
terjawab itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar